Selasa, 23 Desember 2008

Kategori bohong berdasarkan pelaku dan korban kebohongan

Berdasarkan pelaku dan korban kebohongan, bohong bisa digolongkan dalam 2 kategori. Pertama, bohong yang dilakukan secara personal dengan korban perseorangan juga maupun publik (publik diartikan terdiri dari banyak personal). Kedua, bohong yang dilakukan institusi publik (gabungan personal-personal dalam institusi) dengan korban personal maupun publik.

Bohong personal dengan korban personal merupakan bohong yang paling lazim ditemui dalam kehidupan sehari-hari. Misalnya Anda sebagai orangtua membohongi anak Anda. Untuk menyuruh mereka diam dari tangisnya, Anda berbohong mengatakan bahwa dulu Anda tidak pernah sekalipun menangis. Tentu saja Anda pernah menangis, minimal sekali pada mulai menghirup udara dunia. Sangat banyak contoh lain yang bisa diberikan untuk kategori bohong yang satu ini. Salah satunya berbohong pada pacar, istri atau suami. Sekarang coba Anda identifikasi kategori-kategori bohong personal ini berupa apa saja.

Kebohongan yang dilakukan secara personal untuk publik cukup lazim terjadi. Misalnya saat arisan, artinya ada beberapa orang disana, Anda berbohong pernah pergi ke Bali. Padahal belum sekalipun Anda ke sana. Kebohongan Anda itu jelas telah disebarkan kepada publik. Artinya publik telah menjadi korban kebohongan Anda. Dulu ada kasus dimana presiden Amerika Serikat, Bill Clinton, berbohong di depan pengadilan tidak mengakui telah melecehkan Monica Lewisnky. Barangkali itu merupakan salah satu kategori kebohongan ini yang paling terkenal karena disiarkan ke seluruh dunia.

Apakah Anda percaya kebenaran isi berita koran yang Anda baca? Apakah Anda percaya laporan tahunan keuangan negara? Apakah Anda percaya laporan pertanggungjawaban sebuah proyek pembangunan rumah? Apakah Anda percaya isi pernyataan berita di televisi meskipun ada gambar bukti? Anda percaya, kurang percaya ataupun tidak percaya sama sekali itu terserah Anda. Akan tetapi pasti dalam salah satu informasi-informasi yang disebarkan oleh institusi kepada publik bisa mengandung kebohongan.

Anda tentu masih ingat alasan pembenaran presiden Amerika Serikat, Goerge Walker Bush, untuk memerintahkan penyerangan terhadap Irak adalah karena ditemukannya indikasi senjata pemusnah massal di Irak. Nyatanya, senjata itu tidak pernah ada. Itu artinya informasi yang diberikan presiden sama sekali salah, dan jelas sebagai bohong.

Bukan tidak mungkin, laporan pertanggung jawaban kenegaraan di negeri ini juga mengandung kebohongan seperti di atas. Misalnya kebohongan dalam angka kemiskinan. Mungkin saja angka-angka kemiskinan yang berhasil diturunkan merupakan rekayasa agar terlihat bahwa pemerintahan telah berhasil. Kemudian janji-janji bantuan pemerintah untuk korban bencana sering meleset jumlahnya dan waktu datangnya juga selalu terlambat. Hal tersebut juga merupakan kebohongan publik.

Anda pernah menyaksikan angka-angka statistik hasil penelitian lapangan atau survei? Saya berikan contoh hasil survei yang bertitel Governance and Decentralization Survey (GDS), yang dilakukan tahun 2002 oleh Pusat Studi Kependudukan dan Kebijakan (PSKK) Universitas Gadjah Mada terhadap pemerintahan kabupaten dan kota di Indonesia. Salah satu hasil surveinya adalah bahwa, aktor penerima suap paling besar berdasarkan frekuensinya adalah bupati atau walikota (25), kemudian berturut-turut Bappeda (17,98), DPRD (16,67) dan Sekwilda (14,45). Apakah Anda percaya dengan hasil diatas?

Kebohongan institusi terhadap personal biasa dilakukan juga. Misalnya saat seorang anggota militer tewas di tempat tugas karena bunuh diri, maka mungkin sekali berita yang disampaikan institusi militer kepada istri korban adalah karena kecelakaan dalam bertugas. Bentuk lain misalnya kebohongan yang dilakukan rumah sakit pada calon pasien. Kadang kita mendengar ada rumah sakit yang menolak calon pasien dari keluarga miskin dengan alasan kamar penuh, padahal masih ada kamar kosong.

0 komentar:


Free Blogger Templates by Isnaini Dot Com. Powered by Blogger and Free Ebook