Rabu, 24 Desember 2008

Cinta dan pernikahan

Cinta selalu membuat orang ingin memiliki ikatan dengan yang dicintai. Namun apakah cinta selalu membuat orang berpikir untuk terikat pernikahan dengan orang yang dicintai? Belum tentu. Sebagian besar memang berpikir untuk menikahi yang dicintai. Namun, mereka yang mencintai terkadang juga takut menghadapi pernikahan. Ada yang hanya mau berpacaran saja atau ada yang hanya mau kumpul kebo.

Saat ini, cinta memang menjadi landasan untuk menikah bagi sebagian besar orang. Contohnya Anda, apakah Anda mau menikah dengan orang yang tidak ada cintai? Anda tentu memilih menikah dengan orang yang Anda cintai. Namun demikian, pernikahan boleh jadi tanpa cinta dan tidak semua pencinta yang menginginkan pernikahan, benar-benar menikah. Sebab pernikahan bukan hanya tentang cinta. Begitulah budaya kita. Di Uni Soviet, pada tahun 1986 dilaporkan hanya 50% orang menikah karena cinta. Di Amerika Serikat, sekitar 87% menikah karena cinta. Bagaimana dengan di Indonesia? Lagi-lagi tidak ada data yang tersedia.

Anda pasti sering mendengar adanya orang yang menikah karena dipaksa. Nah, mereka tentu menikah tanpa cinta. Mereka berasumsi, jika sudah terbiasa, nantinya cinta akan tumbuh juga. Begitupun Anda pasti sering mendengar adanya hubungan cinta yang dilarang. Orang tua melarang anak gadisnya berpacaran dengan orang yang dicintai sang gadis karena menilai kurang menjanjikan. Akibatnya cinta sang gadis tidak pernah berlanjut ke pernikahan.

Sampai saat ini masih sangat banyak yang beranggapan bahwa menikah akan membuat orang berbahagia selamanya. ‘Living happily ever after’, demikian istilahnya dalam bahasa inggris. Benarkah hal tersebut? Banyak ilmuwan mengatakannya sebagai mitos. Rasa bahagia pasti menurun pada saat-saat tertentu dan naik pada saat yang lain. Lagi pula tidak ada pernikahan yang tanpa masalah sedikitpun.

Sebuah survei nasional di Amerika Serikat oleh National Opinion Research Center, pada tahun 2001, menunjukkan bahwa hanya sebesar 40% orang dewasa yang menikah, 23% yang tidak pernah menikah, 19% yang dalam kondisi bercerai, dan 16% yang hidup terpisah, melaporkan mengalami rasa sangat bahagia dalam hidup mereka. Hal yang kurang lebih sama ditemukan di Kanada dan Eropa. Bagaimana dengan di Indonesia? Tidak ada survei yang diketahui telah dilakukan. Namun mungkin angkanya tidak akan jauh berbeda. Nah, bukankah 60% mereka yang menikah melaporkan kurang bahagia?!

Akan tetapi jelas bahwa mereka yang menikah lebih banyak yang merasakan bahagia. Diketahui bahwa mereka yang menikah umumnya lebih berbahagia daripada mereka yang tidak menikah. Laki-laki menikah dan perempuan menikah lebih bahagia daripada mereka yang tidak pernah menikah, bercerai atau berpisah. Pada orang-orang yang tidak menikah, rata-rata bunuh diri dan depresinya jauh lebih tinggi dibandingkan dengan mereka yang menikah. Sebuah survei yang dilakukan National Institute of Mental Health di Amerika Serikat menemukan bahwa rata-rata tingkat depresi meningkat dua sampai empat kali lipat lebih besar pada orang dewasa yang tidak menikah.

0 komentar:


Free Blogger Templates by Isnaini Dot Com. Powered by Blogger and Free Ebook