Selasa, 23 Desember 2008

Kapan seseorang dinyatakan berbohong?

Ada pertanyaan mendasar yang harus tuntas sebelum membahas kebohongan lebih mendalam, yakni kapan seseorang dinyatakan berbohong. Jika bohong artinya menyatakan sesuatu yang tidak ada dasar realitanya, lalu apakah semua yang tidak benar yang dikatakan orang dianggap bohong dan penyampainya di cap pembohong? Ini pertanyaan yang jawabannya tidak mudah.

Apakah berbohong jika mengatakan sesuatu yang diyakini namun kemudian terbukti salah? Misalnya Isaac Newton, salah seorang ilmuwan peletak dasar-dasar fisika modern yang menemukan hukum gravitasi, mengatakan bahwa alam semesta statis. Ia meyakininya dan berupaya membuktikannya. Ternyata, pada tahun 1920-an dibuktikan oleh Edwin Hubble bahwa alam semesta tidak statis tetapi berkembang terus menerus. Apakah Isaac Newton berbohong? Secara substantif ia jelas berbohong karena alam semesta terbukti tidak statis. Namun ia tidak dapat dikatakan berbohong karena menyatakannya berdasarkan keyakinan yang diyakini. Ia tidak tahu bahwa dirinya telah menyatakan sesuatu yang tidak benar.

Apakah juga sebuah kebohongan jika mengatakan sesuatu yang diyakini banyak orang padahal itu tidak akurat? Misalnya mengatakan penemu pertama benua Amerika adalah seorang penjelajah Italia bernama Cristopher Columbus. Buku-buku sejarah menyebutkan demikian. Hampir tidak ada yang mengatakan hal itu sebagai kebohongan. Padahal, benua Amerika sudah ada penghuninya, yakni orang Indian, jauh sebelum Columbus datang ke benua tersebut. Disinyalir orang-orang cina, viking dan orang-orang kepulauan pasifik juga jauh mendahului beberapa abad sampai di benua Amerika sebelum Columbus. Jadi, secara substantif, pernyataan bahwa Columbus penemu pertama benua Amerika jelas-jelas bohong karena tidak sesuai realitas. Namun karena Amerika dikenal di dunia melalui Columbus, maka Columbus diklaim sebagai penemunya. Lalu apakah hal itu harus tetap dianggap kebohongan? Mari kita menganggapnya sebagai kurang tepat. Meskipun bohong, bagaimanapun Columbus membuka benua Amerika bagi masyarakat dunia yang lebih luas. Jadi, bolehlah dia di anggap sebagai penemunya.

Bagaimana dengan seseorang penderita penyakit mental, misalnya penderita skizofrenia yang sering mengalami halusinasi, misalnya mengaku memiliki teman-teman yang selalu bermain bersamanya? Secara riil orang lain akan tahu bahwa si penderita tidak pernah secara nyata memiliki teman-teman bermain. Dia sendirian sepanjang waktu. Namun di benaknya memang benar-benar ada teman-temannya itu. Jadi ia pun menceritakan kalau memiliki teman-teman karena begitulah kenyataan yang diyakininya. Lalu apakah si penderita itu dianggap berbohong? Bagaimanapun, si penderita tidak merasa berbohong ketika menceritakannya karena begitulah realitas yang dialaminya.

Apakah seorang pendongeng akan dianggap berbohong ketika menceritakan sebuah dongeng? Kita tahu bahwa yang namanya dongeng adalah kejadian rekaan semata. Artinya, dongeng tidak ada dalam realita. Pendengar juga tahu bahwa yang diceritakan fiktif. Pada situasi demikian, sang pendongeng tidak bisa dianggap berbohong. Lain hal jika pendengar tidak tahu yang diceritakan adalah bohong belaka. Pendongeng juga mengklaim bahwa cerita dongeng itu adalah realitas. Pada situasi ini, seorang pendongeng boleh dianggap berbohong.

Beberapa paragraf di atas menunjukkan pada kita, bahwa meskipun sebuah pernyataan tidak benar dan tidak akurat (secara substansial berarti bohong), seseorang yang menyampaikannya tidak selalu dianggap berbohong. Rupa-rupanya berbohong atau tidak dilihat dari motivasinya. Jika seseorang memiliki motivasi untuk berbohong, maka ia berbohong. Jika tidak memiliki motivasi berbohong, meskipun realitasnya bohong, seseorang tidak selalu dianggap berbohong.

0 komentar:


Free Blogger Templates by Isnaini Dot Com. Powered by Blogger and Free Ebook