Selasa, 23 Desember 2008

Apakah mispersepsi dianggap sebagai kebohongan?

Adi merasa yakin melihat Tika, temannya sewaktu SMA sewaktu berada di bandara. Namun sayangnya Adi tidak sempat bertegur sapa karena buru-buru naik ke atas pesawat. Setelah sampai di rumah, Adi menceritakan pada teman-teman SMA-nya yang lain bahwa dirinya melihat Tika di bandara. Pada saat cerita, Adi merasa menceritakan kebenaran karena begitulah yang diyakininya. Namun setelah di kroscek dengan Tika via telpon, ternyata Tika tidak pernah pergi ke bandara manapun pada hari itu. Lalu apakah Adi dianggap berbohong?

Adi jelas mengalami mispersepsi atau persepsi yang keliru. Seseorang yang dijumpai di bandara memiliki sosok fisik yang sangat mirip Tika sehingga tanpa ragu Adi menganggapnya sebagai Tika. Namun nyatanya Tika tidak pernah ke bandara. Secara riil Tika tidak ada di bandara. Pada kasus semacam ini, alangkah lebih baik jika Adi tidak dianggap berbohong karena Adi merasa menyampaikan suatu kebenaran yang dibuktikan dengan penglihatan matanya sendiri (meski kemudian terbukti keliru sehingga secara substansi adalah bohong).

Kasus kekeliruan dalam mempersepsi sering menjadi perdebatan di pengadilan antara saksi yang memberatkan terdakwa dan pengacara pembela terdakwa. Misalnya kasus pembunuhan dengan terdakwa Joko. Saksi merasa melihat seorang pembunuh yang dia identifikasi sebagai Joko. Lalu pengacara terdakwa Joko akan berusaha membuktikan bahwa saksi mengalami kekeliruan persepsi. Akan berusaha dibuktikan bahwa yang dilihat oleh saksi bukan Joko melainkan orang lain. Jika pengacara tidak mampu membuktikan bahwa saksi mengalami mispersepsi, maka Joko akan ditetapkan bersalah. Sebaliknya jika bisa, maka Joko akan dibebaskan.

0 komentar:


Free Blogger Templates by Isnaini Dot Com. Powered by Blogger and Free Ebook